Senin, 17 Januari 2011

Pelayanan Publik di Indonesia


Pelayanan publik adalah jasa pelayanan baik berupa barang publik maupun jasa publik yang menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Suatu negara wajib melayani setiap penduduk dan warga negara untuk memenuhi kebutuhannya dalam rangka kesejahteraan masyarakat. Seluruh kepentingan publik baik berupa barang maupun jasa publik harus dilaksanakan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan kepentingan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Di Indonesia, kualitas pelayanan publik secara umum masih jauh dari baik. Penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah saat ini masih belum efektif dan efisien. Selain itu kualitas sumber daya aparatur yang dimiliki oleh pemerintah juga belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik. Berbagai keluhan muncul mulai dari prosedur yang berbelit-belit sampai sikap aparat yang kurang menyenangkan. Dengan kondisi seperti ini, masyarakat khawatir kualitas pelayanan publik di Indonesia semakin lama akan semakin merosot.
Selain masih belum efektif dan efisien, pelayanan publik di Indonesia juga memiliki permasalahan seperti penyelenggaraan pelayanan yang relatif rendah dan belum memiliki mekanisme pengaduan atas pelayanan publik yang belum memuaskan. Pelayanan publik di Indonesia juga diwarnai dengan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dan cenderung untuk mencari keuntungan pribadi.
Contoh umum dari kasus pelayanan publik yang buruk yang terjadi di Indonesia adalah pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Surat Izin Mengemudi (SIM). Pembuatan KTP dan SIM yang seharusnya mudah dipersulit dengan berbagai prosedur rumit yang harus dilalui. Pihak-pihak berduit selalu mendapat kemudahan dan kelancaran dalam pengurusan KTP atau SIM. Selain itu, sikap aparatur yang kurang ramah menjadikan kualitas pelayanan publik semakin buruk.
Dari contoh umum di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik di Indonesia masih diwarnai dengan prosedur yang berbelit-belit, biaya yang tidak jelas, dan banyaknya pungutan liar yang menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik di Indonesia memang masih rendah. Selain itu, terdapat kecenderungan ketidakadilan dalam pelayanan publik di mana masyarakat miskin sulit mendapatkan pelayanan sedangkan masyarakat yang memiliki uang akan mendapatkan pelayanan yang baik.
Kesimpulan tersebut menunjukkan bahwa instansi pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik tidak dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu sebagai pelayan masyarakat. Instansi pemerintah yang seharusnya membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya malah merugikan dan mempersulit masyarakat terutama masyarakat miskin.
Buruknya kualitas pelayanan publik di Indonesia juga dipengaruhi oleh tidak adanya motivasi yang kuat dari para aparat, pejabat negara, ataupun PNS untuk melayani masyarakat. Dalam melaksanakan tugasnya, para aparat berpandangan bahwa masyarakat yang harus melayani mereka, padahal para aparat negara yang seharusnya melayani masyarakat. Dengan nenjadi aparat negara atau PNS, seseorang cenderung untuk mengkomersialkan tugasnya demi mencari keuntungan pribadi yang akhirnya akan merugikan masyrakat.
Kinerja pelayanan publik yang belum maksimal secara umum dapat disebabkan oleh hal-hal berikut :
1.      Rendahnya pengawasan dari masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik sebagai akibat dari ketidakjelasan prosedur dan standar pelayanan publik serta tidak adanya prosedur penyampaian keluhan masyarakat terhadap pelayanan publik.
2.      Adanya tumpang tindih tugas dan kewenangan dari suatu instansi pemerintah yang menyebabkan penyelenggaraan pelayanan publik menjadi panjang dan rumit sehingga cenderung menimbulkan penyalahgunaan wewenang, praktik KKN, biaya yang semakin mahal, dan perlakuan diskriminatif terhadap masyarakat.
3.      Instansi pemerintah belum memahami sepenuhnya tugas dan fungsinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu sebagai pelayan masyarakat.
Untuk mengatasi kualitas pelayanan publik yang buruk perlu diatur standar tentang penyampaian keluhan publik dengan begitu masyarakat dapat menyampaikan keluhannya dan instansi pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik dapat mengelola keluhan dari masyarakat dan memperbaiki kualitas kinerjanya. Dengan begitu, partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik akan meningkat. Selain itu, pemerintah harus melakukan pemaksaan yang menyeluruh dan ancaman sansi yang keras kepada semua aparat negara atau PNS sehingga para aparat atau PNS menyadari tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat dan bukan sebaliknya.

Jadi upaya perbaikan terhadap kualitas pelayanan publik di Indonesia harus dituangkan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang dapat menjadi dasar bagi instansi pemerintah dalam melaksanakan pelayanan publik. Peraturan perundang-undangan tersebut juga harus disertai sanksi sehingga mampu memaksa instansi pemerintah untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar pelayanan minimum.

Kamis, 18 November 2010

Kredibilitas Seorang Akuntan


Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
·         Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa
·         Kredibilitas informasi dan sistem informasi.
·         Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
·         Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.

Kredibilitas seorang auditor/ akuntan tergantung tidak hanya pada independensi dalam fakta, tetapi juga tergantung pada independensi dalam persepsi/penampilan, guna menjaga dan mempertahankan kepercayaan publik akan profesinya sebagai auditor. Indepedensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas.
Setiap akuntan harus tetap memelihara integritas dan objektivitas dalam tugas porofesionalnya dan harus independen dari semua kepentingan yang bertentangan atau berpengaruh tidak layak.  Kepercayaan masyarakat terhadap indepedensi akuntan merupakan hal yang sangat penting dan mempunyai arti yang besar pada akuntan itu sendiri.
Indepedensi seorang akuntan mempunyai tiga aspek, yaitu
1.      Independensi dalam diri akuntan yang berupa kejujuran dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang ditemuinya. Aspek independensi ini disebut independen dalam kenyataan.
2.      Independensi ditinjau dari sudut pandang pihak lain yang mengetahui informasi yang bersangkutan dengan diri seorang akuntan. Aspek independensi  ini disebut independen dalam penampilan.
3.      Independensi ditinjau dari sudut pandang keahlian. Seseorang dapat mempertimbangkan fakta dengan baik jika ia mempunyai keahlian mengenai audit dan fakta tersebut.

Contoh kasus tentang kredibilitas akuntan
 Kasus kegagalan audit berskala besar yang terjadi di Amerika Serikat, seperti kasus yang menimpa Enron. Kasus Enron yang melibatkan KAP Arthur Andersen di Amerika Serikat yang berakibat pada menurunnya kepercayaan investor terhadap integritas penyajian laporan keuangan.
Satu dampak yang sangat jelas pada saat kasus Enron yaitu para investor yang merugi karena nilai saham Enron yang ambruk sangat dramatis. Hal tersebut disebabkan manajemen Enron yang telah melakukan window dressing dengan memanipulasi angka-angka laporan keuangan agar kinerjanya tampak baik. Bahkan, pendapatan di-mark-up sebesar US$ 600 juta, dan utang senilai US$ 1,2 miliar disembunyikan dengan teknik off-balance sheet.
Auditor Enron, Arthur Andersen kantor Huston, disalahkan karena ikut membantu proses rekayasa keuangan tingkat tinggi itu. Kontroversi yang lain yaitu mundurnya beberapa eksekutif terkemuka Enron dan "dipecatnya" sejumlah rekan (partner) Andersen. Selain itu, kisah pemusnahan ribuan surat elektronik dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan audit Enron oleh petinggi di firma audit Arthur Andersen juga ikut terungkap.
Karena masalah tersebut, Arthur Andersen harus berjuang keras menghadapi berbagai tuduhan, bahkan berbagai tuntutan di pengadilan. Diperkirakan tidak kurang dari $ 32 miliar harus disediakan Arthur Andersen untuk dibayarkan kepada para pemegang saham Enron yang merasa dirugikan karena audit yang tidak benar (Said, 2002).

Terjadinya kasus–kasus kegagalan auditor berskala besar seperti kasus Enron di Amerika Serikat telah menimbulkan pandangan negaif masyarakat menyangkut ketidakmampuan profesi akuntansi publik dalam menjaga independensi. Munculnya pandangan negatif terhadap profesi akuntan publik memang beralasan karena cukup banyak laporan keuangan suatu perusahaan yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian, tetapi justru mengalami kebangkrutan setelah opini tersebut dikeluarkan.
Dengan membantu melakukan rekayasa laporan keuangan Enron, Auditor Andersen telah menyalahi prinsip untuk mencapai tujuan profesi akuntan yaitu kredibilitas informasi dan sistem informasi. Penyampaian laporan keuangan yang tidak benar akan merugikan publik atau pemegang saham dan kepercayaan masyarakat atau pemakai jasa akuntan terhadap profesionalisme seorang akuntan akan berkurang.
Profesi akuntan publik merupakan jabatan kepercayaan masyarakat umum. Oleh sebab itu, akuntan publik dituntut harus tidak boleh memihak kepada siapapun ( independen ) dan harus bersifat objektif dan jujur. Seorang akuntan juga harus bebas dari interferensi pemilik perusahaan dan menghindari keadaan-keadaan yang menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat atas sikapnya Hal ini bertujuan agar seorang akuntan dapat memberikan opini yang objektif dan jujur sehingga tidak merugikan pemakai laporan keuangan.
Pada kasus Enron, Auditor Anderson telah mengabaikan kode etik seorang akuntan yaitu bersifat independen karena terpengaruh dan membantu manajemen Enron untuk memanipulasi laporan keuangan. Auditor Anderson telah mengabaikan kepentingan publik yang menginginkan informasi laporan keuangan yang objektif.